Pupuk Slow Release Itu Hanya Untuk Tanaman Tertentu Saja Yang Cocok. Tidak Untuk Semua Tanaman. Kenapa?

Penting untuk tahu pupuk slow release

Pupuk slow release penting untuk difahami cara kerjanya terlebih dahulu. Saya kira ini perlu, sebelum kita benar – benar ingin menggunakannya. Ada beberapa pertimbangan yang harus diambil supaya pupuk lepas lambat ini benar – benar efektif.

Karena meskipun secara teori pupuk slow release lebih efisien dan hemat, ternyata tidak bisa diterapkan serampangan begitu saja. Ada tanaman yang cocok dan tidak cocok.

Oleh sebab itu, pertimbangan yang harus diambil kira – kira adalah sebagai berikut.

  1. Nilai ekonomis tanaman.
  2. Usia produktif tanaman.
  3. Waktu atau rentang panennya.

Nilai ekonomi tanaman harus jauh lebih tinggi daripada harga pupuknya. Harga pupuk slow release ini sepertinya mahal. Nanti kita akan riset harga pasaran yang sekarang ada.

Dengan harga yang tinggi, setidaknya nilai jual komoditas hasil panen yang dihasilkan bisa memberikan keuntungan yang lumayan. Artinya, penggunaan pupuk slow release tidak memangkas keuntungan yang seharusnya lebih besar.

Ini perlu perhitungan terlebih dahulu, karena harga saat panen raya biasanya berada pada level paling rendah. Selain itu, kita memerlukan data pembanding yang sudah ada. Karena kalau riset sendiri, akan membutuhkan waktu yang lama.

Tanaman hortikultura memiliki rentang produksi atau waktu panen yang berbeda – beda. Selain itu, prioritasnya dalam perdagangan komoditas juga di beda – bedakan.

Sebagai contoh adalah sayuran. Sayuran sendiri jenisnya ada banyak sekali.

Ada cabai merah,bawang merah, kentang, tomat, kubis, kacang panjang, bawang putih, selada, pakcoy, sawi, kangkung, wortel, sawi pagoda dan seterusnya.

Kemudian, sayur tersebut ada yang termasuk dalam komoditas prioritas. Misalnya, cabai merah,bawang merah,dan kentang.

Kelas di bawah prioritas adalah sayuran komoditas unggulan, seperti tomat, kacang panjang, buncis dan kubis.

Contoh untuk buah – buahan adalah jeruk, pisang, mangga, manggis, durian, pepaya,salak, nenas, semangka, melon, apel, anggur, markisa, jambu, kesemek, rambutan, alpokat, nangka, dan seterusnya.

Klasifikasi pada buah juga sama dengan sayuran. Ada yang termasuk komoditas prioritas dan ada yang masuk komoditas unggulan.

Belum lagi untuk tanaman hias seperti anggrek, melati, lili,mawar,anyelir,krisan,sedap malam,dracaena,dan tanaman hias tropika lainnya. Sampai sejauh ini, pemakaian pupuk slow release paling banyak untuk tanaman hias.

Sayuran memiliki rentang panen yang lebih singkat. Terutama sayuran daun seperti kangkung, bayam, dan sawi – sawian yang hanya  membutuhkan waktu kurang dari 30 hari untuk panennya.

Sayuran buah seperti cabai, kacang panjang, terong dan tomat memiliki usia produktif yang lebih lama. Tapi ketika sudah mulai berbuah, jarak panennya cukup dekat.

Berbeda dengan tanaman tahunan seperti durian,mangga, rambutan, dan jambu. Usia produktifnya sangat lama dan penennya biasanya musiman. Sekitar 1 tahun sekali.

Dengan demikian, tanaman apa yang sebaiknya menggunakan pupuk slow release?

Pertimbangan mungkin akan sedikit berbeda untuk tanaman hias. Hobi biasanya tidak terlalu mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan.

Jadi, penggunaan pupuk slow release untuk tanaman hias sangat memungkinkan. Karena kita tidak membutuhkan tanaman yang menyerap nutrisi secara cepat.

Karena yang terpenting adalah tanaman bisa mendapatkan unsur hara dan bisa hidup menghiasi taman pribadi kita.

Setelah tanaman hias adalah tanaman perkebunan yang berumur panjang dan panennya musiman.

Meskipun cabai dan tomat usianya cukup panjang, tapi menurut saya tidak pas kalau pakai pupuk slow release. Kita akan membahsnya nanti.

Kelebihan dan kekurangan pupuk slow release

Pupuk slow release adalah pupuk yang melepaskan unsur hara secara lambat. Karena unsur – unsur hara ini dibungkus atau diselimuti dengan bahan tertentu.

Bahan pembungkus ini bisa zeolit, asam humat, lilin, mineral silika dan masih ada beberapa binder lainnya. Tentu ini bukan menjadi bahasan blog biasa seperti ini. Karena proses pelapisan ini membutuhkan skill yang melibatkan teknis fisika dan kimia tingkat lanjut.

Sebenarnya, antara pupuk slow release dan pupuk fast release tidak berbeda dalam kandungan unsur haranya. Hanya masalah cepat terurai atau tidak, itu saja.

Kalau pupuk fast release itu sudah banyak kita lihat dan sering kita gunakan.

Pupuk – pupuk seperti NPK, urea, ZA, SP36, Kalinitra, Kalcinit, itu semua adalah fast release.

Rata – rata pupuk fast release bersifat higroskopis dan memiliki tingkat kelarutan yang tinggi. Jika terkena air akan langsung ambyar dan larut.

Bahkan untuk pupuk yang higroskopis, penyimpanan yang tidak tertutup rapat setelah dibuka bisa membuatnya menjadi cair. Contohnya adalah gandasil D dan urea.

Sifat mudah larutnya ini yang dianggap kurang efisien dalam pemupukan. Karena unsur haranya akan mudah hanyut oleh air. Apalagi saat musim penghujan.

Karena mudah hanyut, akhirnya sebagian unsur hara akan lari dan mengalir mengikuti hilirnya aliran air. Belum sempat diambil oleh tanaman, e tapi unsur haranya sudah hilang.

Dalam hal ini bisa jadi sungai atau kali dan akhirnya ke laut. Bisa juga mineral haranya pindah ke lahan lain yang tidak ada tanaman produktifnya.

Katanya ini bisa disebut sebagai pencemaran. Sudah puluhan tahun berlangsung, tapi ya ternyata fine – fine saja.

Berbeda dengan pupuk slow release. Ia tidak mudah pecah atau larut dengan air. Sehingga, unsur hara hanya akan terlepas sedikit demi sedikit.

Katanya pupuk ini bisa melepaskan unsur hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Bagaimana bisa pupuk bisa tahu kebutuhan tanaman? Apakah akar tanaman akan mengumpul di tempat peletakan pupuknya, kemudian melilitnya ketika akar butuh unsur hara?

Kalau saya tidak menganggapnya seperti itu. Pupuk slow release sepertinya mempunyai daya lepas unsur hara yang sudah terukur.

Misalnya, ketika tanaman membutuhkan nitrogen 4 kg setiap 6 bulan. Kemudian pupuk slow release hanya mampu melepaskan sebanyak 3 kg bagaimana?

Ini namanya membatasi tanaman akan kebutuhan unsur haranya.

Makanya, tanaman – tanaman yang membutuhkan unsur hara cepat kurang cocok untuk diberi slow release fertilizer.

Intinya adalah pupuk slow release itu mengurangi resiko unsur hara terbuang (terlarut) bersama aliran air. Terkait dengan tingkat produktivitas tanaman, itu tergantung dengan seberapa banyak pupuk bisa melepaskan unsur hara untuk memenuhi kebutuhan tanaman saat itu.

Akan tetapi, kalau produk pupuk lepas lambat ini sudah terbang di pasaran pasti sudah teruji lah untuk hal tersebut. Artinya, kita sebagai konsumen siap bayar mahal untuk kualitasnya.

Dengan kata lain, pupuk mampu mengontrol jumlah pelepasan unsur hara dengan jumlah yang mumpuni untuk kebutuhan tanaman.

Bagaimanapun juga, pupuk fast release mudah hanyut dan tercuci oleh aliran air. Bahkan untuk urea, pemberian dengan cara tabur bisa kehilangan nitrogennya. Karena bisa menguap dalam bentuk gas NH3.

Ini sama saja bisa berpotensi untuk tanaman kekurangan unsur hara. Bahkan mungkin kekurangannya jauh lebih besar.

Contoh pengontrolan unsur hara ini bisa kita lihat pada sistem penanaman hidroponik.

Pupuk hidroponik memakai pupuk yang fast release. Tapi unsur – unsur hara tersebut ditampung dan diisolasi dalam tandon nutrisi. Sehingga, unsur hara tidak akan lari kemana – mana kecuali hanya ke modul hidroponik, tanaman dan kembali lagi ke tandon.

Tanaman hidroponik dipersilahkan mengambil dan menyerap unsur hara sebanyak dan semampu mereka. Tergantung cuaca, sinar matahari, kelembaban dan suhu larutan nutrisi serta oksigen terlarut.

Jika kepekatan nutrisi hidroponik ini dibatasi, tanaman tetap bisa tumbuh tapi perkembangannya kurang maksimal. Misalnya tanaman yang harusnya diberi nutrisi 1200 ppm, tapi hanya diberi 500 ppm.

Seperti itulah kira – kira jika kemampuan pupuk slow release tidak bisa mengimbangi kebutuhan tanaman saat itu.

Jadi, manfaat dari pupuk slow release ini apa?

  1. Lebih hemat. Hemat karena pupuk tidak terbuang, pemberian pupuk tidak sesering pupuk fast release dan hemat tenaga kerja.
  2. Lebih untung. Jika penghematan tenaga kerja dan perawatan lebih besar dari harga tambahan untuk pupuk slow release. Tapi, produktivitas tanaman harus tetap ok.
  3. Pertumbuhan tanaman lebih optimal.

Kalau untuk kekurangannya ya hanya harganya yang lebih mahal dan tidak banyak ditemukan di pasaran.

Pupuk slow release lebih efektif

Penggunaan pupuk slow release memang ditujukan untuk tanaman yang bernilai ekonomis tinggi. Seperti yang sudah saya bahas di atas.

Contoh yang paling gampang adalah tanaman perkebunan seperti sawit, kopi, durian, mangga atau rambutan.

Kita akan sedikit melihat data – data yang sudah diriset untuk penggunaan pupuk lepas lambat ini.

Pupuk Lepas lambat untuk sawit.

Seperti apa hasil dari sawit ketika dipupuk dengan pupuk tunggal dan pupuk slow release? Apakah hasilnya bisa tetap sama atau beda?

Silahkan lihat datanya di bawah ini.[1]

ParameterPetaniPerusahaanPupuk slow release
Produksi tandan

 

buah segar (tbs)

15,20

 

(kg/pohon/bulan)

30,57

 

(kg/pohon/bulan)

31,43

 

(kg/pohon/bulan)

Kita bisa lihat sendiri ya hasilnya. Seperti pada tabel di atas, penggunaan pupuk slow release hasilnya bisa lebih bagus daripada pupuk fast release.

Pupuk lepas lambat yang digunakan ini sebanyak 3 batang per pohon. Keterangannya nanti ada di bawah ini.

Keterangannya seperti ini.

Kolom “Petani” adalah pemupukan yang biasanya dilakukan oleh petani sekitar. Yaitu 200 gram urea/pohon, 200 gram SP36/pohon dan 200 KCL/pohon. Pemupukan dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu pada awal dan akhir musim penghujan.

Untuk Perusahaan, maksudnya adalah dosis pemupukan yang dianjurkan oleh perusahaan. Yaitu 400 gram urea/pohon, 400 gram SP36/pohon dan 400 KCL/pohon serta masih ditambah 700 gram dolomit/pohon.

Pupuk slow release dibuat dari beberapa bahan unsur hara. Kemudian dipadatkan dengan lilin dan dibuat stick dengan bobot per sticknya adalah 200 gram.

Konsentrasi unsur hara dari pupuk slow releasenya bisa dilihat pada tabel berikut:

15% N; 15% P2O5; 15% K2O; 15% SO4; 3% CaO; 1% MgO; 0,25% CuO; 0,25% ZnO; and 0,25% BO2.

Unsur haraKonsentrasi (%)Jumlah/stick (gram)
N1530
P2O51530
K2O1530
SO41530
CaO36
MgO12
CuO0,250,5
ZnO0,250,5
BO20,250,5

Total unsur hara per stiknya hanya 129,5 gram. Sisanya mungkin bahan pengikat (binder) sehingga berat per stiknya bisa sampai 200 gram.

Dengan hasil yang sama, total pupuk (NPK) per pohonnya bisa sampai 1,2 kg. Bandingkan dengan slow release hanya 3 batang (600 gram). Ini belum dikurangi bahan bindernya.

Ternyata sebanyak itu pupuk yang terbuang dengan metode pemupukan menggunakan pupuk fast release. Lebih dari setengah pupuk yang kita berikan, hilang tidak termanfaatkan.

Pupuk slow release untuk jagung

Dari sawit yang usia dan waktu panennya lama, kita ke jagung. Dimana, waktu panennya jauh lebih singkat dibandingkan dengan sawit.

Artinya, jagung menyerap unsur hara yang lebih cepat dan unsur hara yang tersedia juga harus mencukupinya.

Tipe – tipe tanaman yang panennya cepat ini, semakin gede, semakin banyak membutuhkan unsur hara dan tersedia dalam jumlah banyak.

Apakah jagung ini cocok dengan pemakaian pupuk slow release?

Mari kita lihat datanya. Kebetulan ada dua data yang hasilnya senada.

Pupuk slow release ini dibuat (diproduksi sendiri). Yang satu menggunakan pelapis kitosan[2] dan satunya menggunakan zeolit dan asam humat.[3]

Keduanya bisa dikatakan berhasil dalam membuat pupuk slow release. Karena setelah diuji, tingkat pelepasan nitrogen dari pupuk lepas lambatnya jauh lebih rendah daripada urea biasa.

Tapi, apakah keberhasilan ini bisa dirasakan juga untuk jagung? Mari kita lihat.

pupuk slow release

Grafik warna merah adalah pertumbuhan dengan urea dan biru adalah dengan pupuk slow release kitosan.

Selama 8 minggu, pertumbuhan jagung lebih baik dengan pupuk fast release urea.

Data yang satunya lagi, mari kita lihat.

Usia TanamTinggi (Urea)Tinggi (Urea Slow release)
1 MST18,40 cm18,42 cm
2 MST27,5 cm30,5 cm
3 MST32,37 cm31,43 cm
4 MST53,75 cm32 cm

Silahkan dilihat sendiri dan di resapi datanya. Penjelasan saya di awal artikel ini mungkin sudah menjelaskan.

Pupuk lepas lambat untuk padi

Sebenarnya ada data satu lagi, yaitu untuk tanaman padi.[4] Tapi karena hasilnya tidak begitu berbeda antara pupuk lepas lambat dan pupuk biasa, jadi ya sedikit saja yang bisa saya tulis.

Artinya, jika hasilnya tidak jauh berbeda, kenapa tidak ambil pupuk fast release saja. Hasilnya sama saja dan harga pupuknya lebih murah.

Sekarang, mari kita lihat, apakah pupuk slow release ini mudah untuk didapatkan?

Contoh produk pupuk slow release

Untuk perusahaan pupuk besar, sepertinya mereka belum mengeluarkan produk pupuk slow release. Misalnya pusri, pupuk kujang dan saraswanti.

Kurang tahu jika Anda butuh banyak, mungkin bisa pesan custom kali ya.

Kebanyakan pupuk slow release banyak tersedia untuk tanaman hias dan dijual secara eceran.

Sayang dan sayang sekali, ternyata tidak banyak pilihan yang bisa kita pilih.

Sebagian banyak hasil pencarian pupuk slow ini didominasi oleh pupuk dengan brand decastar.

Rata – rata pupuk decastar ini adalah pupuk majemuk. Yaitu campuran antara unsur NPK. Kita bisa melihat kode pada kemasannya. Misalnya 17 – 11- 10 artinya nitrogen 17%, Fosfor (P2O5) 11% dan Kalium (K2O)nya 10%.

Selain ketiga unsur di atas mungkin ada juga tambahan unsur makro yang lain serta ada tambahan unsur mikronya juga.

Variasi konsentrasi ini ada beberapa macam. Mulai dari nitrogen paling banyak sampai paling sedikit.

Jadi ada untuk pertumbuhan vegetatif dan ada yang untuk fase berbuah atau generatif.

Untuk fase generatif, N nya biasanya paling sedikit.

Harganya mahal ternyata. Silahkan dicroscek sendiri.

Sepertinya targetnya bukan petani langsung melainkan penghobi tanaman hias.

Pupuk slow release decastar ini bisa bertahan sangat lama. Jarak pemupukan diklaim bisa

sampai 180 hari dan 270 hari. Keterangan ini ada di kemasannya.

Saya kira sampai sini saja untuk pupuk slow releasenya. Semoga berguna. Terima kasih.

Referensi

[1] Wigena, G.P., J. Purnomo, E. Tuherkih dan A. Saleh. Pengaruh Pupuk “Slow Release” Majemuk Padat terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit Muda pada Xanthic Hapludox di Merangin, Jambi. Jurnal Tanah Dan Iklim No. 24/2006.

[2] Sutanto, Felix. 2015.Karakteristik Pupuk Urea Berlapis Kitosan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung. Skripsi. Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Bogor.

[3] Puspita Sari, Emma. 2013. Formulasi Pupuk Nitrogen Lambat Tersedia Dari Bahan Urea, Zeolit, Serta Asam Humat Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Jagung. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor.

[4] Kurniawan Riau Pratomo. Pengaruh Pupuk Slow Release Urea- Zeolit- Asam Humat (UZA) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Var. Ciherang. Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *