Belum cukupkah solusi yang ada?
Mengatasi limbah peternakan, misalnya kotoran ayam, bisa dengan cara menjadikannya pupuk.
Seharusnya, penyerapan kotoran ayam untuk dijadikan sebagai pupuk sudah bisa mengatasi semua permasalahan.
Tapi manusia tidak akan pernah berhenti. Segala upaya dan pemikiran dikerahkan untuk bisa menjadikan kotoran ayam ini menjadi emas.
Mungkin ya, kalau dijadikan pupuk, jadi emasnya lama. Lebih cepat kalau kotoran ini bisa diolah sedemikan rupa dan dijadikan makanan kembali untuk ternaknya.
Setahu saya, ternak yang secara alami mau makan kembali kotorannya adalah babi. Apa kita mau membabikan semua ternak?
Kemungkinan suatu saat mungkin ada ya, ternak yang disilangkan dengan gen babi sehingga memiliki nafsu makan yang cukup untuk mau memakan kotorannya sendiri.
Lalu, apakah tidak bisa? Kotoran ayam dijadikan pakan?
Menurut penelitian sih bisa. Nanti dibawah akan saya uraikan tentang penelitiannya.
Saya sendiri sebenarnya kurang setuju dengan pemanfaatan kotoran ayam untuk dijadikan pakan ayam ini.
Alhamdulillah, setelah saya mencari jurnal penelitiannya ternyata yang tersedia tidak banyak.
Bisa dikatakan kalau tema pemanfaatan kotoran ayam untuk pakan ternak ini tidak berkembang.
Saya kira ada banyak faktor yang menghambatnya.
Kalau untuk dijadikan pakan ternak yang beda spesies, ikan misalnya, kedengarannya masih fine – fine saja.
Ya, meskipun sebenarnya kurang fine juga sih.
Perlu mempertimbangkan aspek kiri kanan kalau benar mau menggunakan kotoran ayam untuk pakan.
Pertimbangkan ini!!!
Secara teori memang bisa. Tapi untuk mempersiapkan kotoran ayam menjadi pakan ternak, cukup merepotkan. Harus siap semuanya, fisik, biaya dan mental.
Pertama.
Kotoran itu kan penuh dengan bakteri yang merugikan. Contohnya bakteri Salmonella. Tidak hanya pada kotoran ayam kan? Semua kotoran ternak juga ada.
Kalau kita mau pakai kotoran ayam ini untuk pakan, sebelum kotoran ini menjadi pakan yang siap santap, bakteri ini harus hilang dulu.
Menghilangkan bakteri ini bisa dijemur atau dioven. Dengan penjemuran, kalau musim penghujan tidak bisa. Berarti harus punya oven. Kalau oven, operasionalnya butuh bahan bakar atau listrik.
Nah…iya kan. Harus dihitung energi untuk mengeringkan kotoran dengan jumlah kotoran yang bisa dijadikan pakan.
Maksud saya, kotoran ayam tentu tidak dijadikan sebagai komposisi ransum yang dominan. Jumlahnya tentu hanya sedikit.
Seandainya memang bisa menghemat, apakah besarnya penghematan itu sebanding dengan biaya produksinya?
Kedua.
Saya kira, produksi kotoran ayam dan penyerapannya untuk jadi pakan, apakah jumlahnya tidak sebanding?
Kalau penyerapan kotoran ayam menjadi pakan jumlahnya jauh lebih sedikit dari kotoran yang dihasilkan, maka ada sejumlah limbah yang harus dioleh menjadi selain pakan.
Jika memang benar, maka akan ada dua pekerjaan. Yaitu membuat kotoran menjadi pakan dan sisanya membuang kotoran atau menjadikannya kompos.
Ketiga, Dulu ternak yang paling dikenal suka makan kotoran adalah lele. Sekarang, lele tidak ada yang makan kotoran. Hampir semua lele sekarang makan pelet.
Siapa sekarang yang mau makan lele yang dibesarkan dengan makan kotoran.
Mungkin ini juga akan berpengaruh jika ayam kita diberi makan dengan kotoran. Siapa yang mau beli telur yang dihasilkan dari makan kotoran. Siapa yang mau makan daging hasil dari kotoran?
Meskipun jumlah kotoran dalam ransum hanya sedikit, masyarakat tidak akan peduli dengan itu.
Aspek sosial masyarakat lebih sulit untuk diatasi daripada aspek yang pertama dan kedua.
Artinya, ini akan membuat citra bisnis yang kita kembangkan menjadi negatif di masyarakat.
Alih alih ingin meningkatkan keuntungan, bisa bisa malah membuat jatuh bisnis kita sendiri untuk jangka panjangnya.
Keempat.
Ini untuk yang beraga Islam saja.
Apakah dengan menjemur dan mengoven kotoran ayam bisa menghilangkan sifat kenajisannya?
Bagaimana hukumnya memberi makan ternak dengan bahan pakan yang najis?
Silahkan kalau mau berdiskusi tentang ini di kolom komentar. Tapi yang santun ya…..
Masih mau buat pakan dari kotoran ayam?
Kalau masih silahkan lanjut. Akan saya uraikan lebih lanjut mengenai pakan dari kotoran ayam ini.
Kalau tidak, tutup saja dan baca artikel yang lainnya. He..he…
Kandungan nutrisi kotoran ayam
Salah satu alasan kenapa kotoran ayam ingin dijadikan pakan adalah karena memiliki kandungan nutrisi yang masih tinggi.
Kandungan protein kasarnya masih terbilang lumayan. Jumlahnya berada di sekitar angka 9,9% dari berat keringnya. Tapi kandungan serat kasarnya tinggi yaitu sekitar 30%.[1]
Nilai tersebut lumrah saja, karena kotoran ayam adalah limbah. Limbah dengan kandungan protein segitu sudah bisa dibilang lumayan.
Tapi kita belum tahu, berapa nilai kecernaan dari nutrisi tersebut. Kalau tingkat kecernaannya rendah, berarti akan semakin menurunkan kualitasnya untuk dijadikan pakan.
Kandungan asam – amino, apakah lengkap atau tidak juga belum banyak ditemukan.
Apakah masih ada vitamin, mineral dan nutrisi lain yang masih berguna juga sulit untuk mencari informasinya.
Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, penelitian tentang topik belum berkembang. Khususnya untuk kotoran ayam yang dijadikan pakan ternak. Masih sedikit data yang bisa dijadikan sebagai referensi.
Karena serat kasarnya tinggi, maka ada sebuah penelitian yang mencoba untuk menurunkannya. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009.[1] Berarti sekitar 9 tahun yang lalu.
Cara menurunkannya adalah dengan fermentasi. Apakah ini berhasil? Nanti akan kita lihat hasilnya sama – sama. Tapi kita lihat dulu bagaimana cara fermentasi kotoran ayam ini dilakukan.
Kotoran ayam petelur diambil dan dikeringkan. Setelah kering kemudian ditambah air sebanyak 40% untuk memberi kelembapan selama proses fermentasi.
Setelah itu ditambahkan bakteri Lactobacillus sebagai starter. Jumlahnya sebanyak 5% volume / berat.
Kalau kotorannya 1 kg, maka lactobacillusnya sebanyak 0,05 (ml/gram) x 1000 gram = 50 ml.
Kemudian dicampur sampai merata dan difermentasi selama 7 hari. Baru kemudian dianalisa berapa kandungan nutrisinya.
Hasilnya adalah sebagai berikut:
Setelah difermentasi, nilai protein kasar dan serat kasarnya meningkat. Kalau protein meningkat tidak masalah ini lebih baik.
Ini karena selama 7 hari fermentasi, bakteri starter sudah berkembang dan jumlahnya semakin banyak. Ini yang menyebabkan nilai protein kasarnya meningkat.
Hal dikarenakan oleh ketambahan sejumlah bakteri yang bisa dianggap sebagai protein tunggal.
Lalu apakah serat kasarnya benar – benar naik? Tidak.
Bakteri memang menguraikan selulosa atau jaringan serat kasar kotoran. Tapi bakteri yang berkembang akan membentuk jaringan baru. Kalau tidak keliru diistilahkan dengan miselium.
Ini kalau dianalisa lab, dianggap sebagai serat kasar. Jadi, serat kasar tambahan ini bukan dari kotoran tapi dari bakteri itu sendiri.
Kotoran ayam untuk pakan ayam petelur
Kita mundur ke 19 tahun kebelakang. Kenapa? Karena pada tahun tersebut sudah ada penelitian tentang menggunakan kotoran ayam untuk pakan ayam petelur.
Bayangkan, 19 tahun sudah dan belum ada hasil peneitian yang terbaru.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah supaya kotoran ayam ini bisa menggantikan dedak padi dalam ransum ayam petelur.
Itupun dedak tidak diganti dengan kotoran ayam sepenuhnya. Kotoran ayam masih harus dikombinasikan dengan onggok.
Perbandingan antara kotoran ayam dan onggok yang digunakan adalah 80:20.
Kalau diaplikasikan jaman sekarang, harga onggok dan dedak padi tidak berbeda jauh. Belum lagi treatment awal sebelum kotoran ayam benar – benar bisa digunakan. Biaya produksinya mungkin malah bisa lebih murah dedak padinya.
Treatment awal adalah kotoran ayam dan onggok dikeringkan terlebih dahulu, kemudian digiling dan dikukus.
Onggok kan kandungan airnya tinggi. Jadi cukup lama untuk mengeringkannya di bawah sinar matahari. Kalau beli onggok yang sudah kering, harganya lebih tinggi. Apalagi yang sudah halus atau onggok selep.
Setelah dikukus, biarkan dingin sampai suhu ruang. Baru kemudian ditambahkan starter bakteri. Jumlahnya sebanyak 0,6 % dari berat campuran onggok dan kotoran ayam.
Campuran kemudian difermentasi selama 3 hari. Setelah fermentasi selesai, campuran kemudian dijemur lagi dan digiling lagi. Baru siap untuk dibuat dalam ransum.
Penggunaan campuran antara onggok dan kotoran ayam fermentasi ini bisa digunakan dalam ransum ayam petelur sebanyak 25%. Itu jumlah maksimal.
Menurut penelitian,[2] jumlah tersebut tidak memberikan dampak negatif untuk performa produksi ayam petelur.
Lebih baik kotoran ayam di convert menjadi larva bsf.
Ini lebih bijaksana.
Salam kenal..saya pembaca baru blog bapak..sangat lengkap penjabarannya..semoga amal ilmu bapak bisa menjadi amal akhirat bapak..Aamiin..