Dampak negatif dari pakan fermentasi sampai sekarang masih samar – samar. Belum banyak kasus yang terjadi sehingga menjadi perlu untuk diekspos besar – besaran.
Apa kita memang lebih jago dalam membuat pakan fermentasi? Sampai saat ini, anggap saja seperti itu.
Hal ini sangat berbeda sekali dengan keadaan peternakan di luar negeri. Sudah banyak jurnal – jurnal ilmiah yang mereview dan mewanti – wanti, bahwa memberi pakan fermentasi pada ternak bukannya tanpa resiko.
Table of contents
Bahkan kekhawatiran tersebut tidak hanya tertuju pada kesehatan dan keselamatan ternak saja, melainkan juga produk ternak mungkin akan berpengaruh pada konsumennya. Yaitu, umat manusia.
Faktor geografi juga mempengaruhi perilaku peternak dalam membuat pakan fermentasi. Di luar ada musim dimana rumput dan hijauan benar – benar tidak bisa tumbuh sama sekali. Sehingga, mereka mau tidak mau harus mempersiapkan ketersediaan pakan pada musim sebelumnya.
Mereka melakukan hal tersebut dengan cara menyetok pakan dalam bentuk hay dan silase (fermentasi).
Khusus silase, pakan disimpan dalam silo yang ukurannya sangat besar dan bisa untuk memenuhi kebutuhan pakan dalam waktu yang sangat panjang. Dengan jangka waktu kerja yang cukup panjang, maka resiko akan dampak negatif dari pakan fermentasi akan semakin besar juga.
Kita lebih beruntung. Mau hujan atau kemarau, pakan tetap bisa kita peroleh dari alam. Meskipun kalau kemarau jumlahnya tidak sebanyak ketika musih hujan. Tapi tidak sampai tidak ada sama sekali.
Paling kita buatnya hanya 1 – 2 tong saja yang tidak sampai 1 bulan sudah habis. Lebih cepat habis lebih bagus karena resiko bisa akan minimal.
Dampak negatif dari pakan fermentasi?
Dampak negatif dari pakan fermentasi berasal dari bagaimana pakan fermentasi itu dibuat. Syarat – syarat supaya pakan berhasil dibuat dan mempertahankan kondisi pakan supaya tetap layak.
Di bawah ini adalah beberap hal yang bisa meningkatkan dampak negatif dari pakan fermentasi.
- Kadar air yang tinggi.
- Silo atau kontainer bocor.
Silase atau fermentasi membutuhkan kadar air yang cukup tinggi. Karena rata – rata bahan pakan dibuat dari keadaan segar. Otomatis kandungan airnya tinggi.
Selain itu, tingkat kelembapan juga diperlukan supaya bakteri yang diharapkan bisa bekerja dengan optimal.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan itu, asalkan kita bisa tetap menjaga proses fermentasi bisa berlangsung dengan semestinya.
Pakan yang difermentasi membutuhkan lingkungan yang kedap udara atau unaerob. Kebocoran udara luar sangat tidak ditolerir di sini.
Karena itulah perbedaan antara membuat pakan fermentasi dan membuat kompos. Jika kita membiarkan pakan fermentasi kita terkena udara, maka kita sebenarnya sedang membuat kompos.
Kompos itu untuk pupuk tanaman bukan buat pakan ternak.
Pakan fermentasi tercemar
Peran inti dari pakan fermentasi adalah bakteri asam laktat harus mampu menurunkan pH pakan dalam waktu yang cepat. Oleh sebab itu, sangat disarankan untuk menambahkan probiotik yang terdiri dari bakteri asam laktat. Misalnya EM4 peternakan.
Jika pH bisa dipertahankan dan level oksigen bisa ditiadakan, maka tidak ada masalah dengan pakan fermentasi.
Masalah akan muncul ketika dua hal tersebut diabaikan. Dan masalah tersebut bisa terjadi ketika proses fermentasi berlangsung, adanya racun yang menempel pada tanaman, dan hasil samping dari fermentasi.
Resiko selama proses fermentasi berlangsung
Clostridium botulinum
Selama proses fermentasi berlangsung, pakan bisa terkontaminasi oleh bakteri Clostridium botulinum. Ini bukanlah bakteri yang berasal dari luar kontainer pakan, melainkan di dalam sistem fermentasi yang ada.
Hal tersebut bisa saja terjadi karena bakteri tersebut bisa berkembang pada kondisi pH lebih dari 4,5 dan kadar air pakan lebih dari 70% serta berkembang pada lingkungan unaerob.
Untuk menghambat perkembangan bakteri clostridium botulinum, silase atau pakan fermentasi harus mencapai pH di bawah 4,5 dalam waktu 3 hari.[1]
Tapi, tidak semua bakteri clostridium menjadi patogen dalam pakan. Diantara jenisnya yang patogen adalah C. Perfringens, C. Difficile, D. Tetai dan C. Botulinum. Dan kusus C. Botulinum, ia sering sekali hadir dalam pakan fermentasi.
Bakteri C. Botulinum bisa menyebabkan penyakit yang dikenal dengan botulism. Yaitu penyakit keracunan akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tersebut.
Penyakit ini bisa menyerang hewan dan manusia. Dan cukup fatal, tingkat kematian sangat tinggi.
Oleh sebab itu, kita harus selalu waspada dengan apa yang dimakan oleh ternak kita. Selain pakan fermentasi yang tercemar, bakteri botulinum ini juga bisa berasal dari pakan yang sudah busuk.
Gejala penyakit botulism, baik itu pada sapi, kambing atau domba adalah sebagai berikut:
- Hewan ternak terlihat lemah.
- Lumpuh sebagian tubuh atau semuanya. Bisa hanya ekor, kaki dan perototan yang lebih spesifik.
- Ternak tidak mau makan.
- Lidah menjulur keluar.
- Ngiler (air liur keluar terus).
- Bernafas dengan perut.
- Mati.
Tergantung banyak sedikitnya jumlah racun dari C. Botulinum yang termakan, gejala keracunan rata – rata ditunjukkan setelah 2 – 6 hari.
Pada dosis yang sangat tinggi, efek keracunan dari racun botulinum bisa muncul setelah 12 – 24 jam hewan memakannya. Sedangkan untuk dosis rendah, gejala bisa muncul dalam 7 – 20 hari.[2]
Listeria monocytogeneses
Sama seperti C. Botulinum, Bakteri Listeria monocytogeneses juga bisa berkembang ketika proses fermentasi berlangsung. Jika teknis pelaksanaan pembuatan pakan fermentasi asal – asalan.
Hal ini karena bakteri ini bisa hidup dan berkembang dalam keadaan aerob maupupn unaerob. Range suhu 0 – 45 0C dan pH antara 4,3 – 9,6.
Bakteri ini sangat berbahaya dan bisa menginfeksi hewan ternak yang pemilik ternak. Jadi, hati – hati guys.
Listeria M ini keberadaannya sangat sulit untuk dihindari. Karena sumber utama dari bakteri tersebut adalah tanah.
Sekarang, hijuan apa yang tidak menyentuh tanah sebelum dibuat fermentasi? Maka, potensi yang sangat tinggi pada setiap pakan untuk terkontaminasi oleh bakteri ini.
Pada hewan ternak, bakteri ini bisa menyebabkan radang otak, infeksi uterus dan keguguran pada hewan ternak yang sedang hamil.
Jamur
Salah satu dampak negatif dari pakan fermentasi adalah jika terdapat jamur. Jika ditemukan jamur, maka harus dibuang.
Biasanya jamur akan muncul pada proses fermentasi jika terdapat kebocoran pada silo atau tong. Tidak menutup kemungkinan karena keadaan menjadi aerobik pada daerah di sekitar kebocoran, bakteri patogen juga bisa berkembang.
Jamur bisa datang dan menempel pada tanaman ketika pemotongan. Karena jamur – jamur patogen yang sifatnya tular tanah, mereka berada dalam tanah. Dan sangat tinggi kemungkinannya untuk menempel pada pakan.
Ketika kondisi memungkinkan, jamur ini akan berkambang dan memproduksi mikotoksin.
Bahan pakan mengandung racun
Ini bukan karena pakan difermentasi kemudian menghasilkan racun. Tidak seperti itu.
Tapi sebagian jenis tanaman tertentu yang mengandung senyawa yang kurang baik jika diberikan kepada ternak.
Dalam jumlah banyak, senyawa tersebut sangat merugikan untuk produktivitas ternak. Ada yang akan terurai ketika difermentasi dan ada yang tidak. Kita mungkin lebih mengenal zat – zat ini sebagai antinutrisi.
Oleh karenanya menjadikan bahan pakan ini terbatas dalam ransm ternak.
Senyawa – senyawa tersebut adalah:
Phytoestrogens
Senyawa ini bisa menyebabkan masalah kesuburan pada ternak. Bisa sapi, kuda, kambing dan domba.
Tanaman yang mengandung senyawa ini diantaranya adalah:
- Alfalfa
- Red Clover (semanggi merah).
Pyrrolizidine Alkaloids
Senyawa ini bisa meracuni organ hati dan jantung hewan ternak.
Contoh tanaman yang mengandung senyawa ini adalah:
- Compositae, seperti bunga aster dan bunga matahari.
- Legum rattlepod.
Mimosine
Tropane alkaloids
Tropolone alkaloids
Ergot alkaloids
Prussic Acid
Sekian dulu untuk dampak negatif dari pakan fermentasi. Tidak usah terlalu difikirkan tentang resiko – resiko di atas.
Asalkan pakan fermentasi prosedurnya dilakukan dengan benar, insyaAllah akan baik – baik saja.
Yang penting wadah jangan sampai bocor. Dan setelah pakan diambil, segera tutup kembali dengan rapat.
Terimakasih